This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
Indonesian to English: The Influence of Effective Communication Training to Health Workers toward Knowledge Enhancement, Attitude of Pregnant Women and The Use of Birth Waiting House General field: Medical Detailed field: Medical: Health Care
Source text - Indonesian PENGARUH PELATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF KADER TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP IBU HAMIL DAN PENINGKATAN PENGGUNAAN RTK
ABSTRAK
Latar Belakang: AKI di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2007 - 2015 sebanyak 228/ 100.000 kelahiran hidup menjadi 305/ 100.000 kelahiran hidup dan Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi penyumbang AKI tertinggi. Pemerintah membuat kebijakan untuk menurunkan AKI melalui program Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) khususnya di Bulukumba namun pada tahun 2015 penggunaan RTK masih sangat rendah berkisar 10 ibu hamil per tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tingkat pengetahuan, sikap ibu hamil dan peningkatan penggunaan RTK melalui pemberdayaan kader kesehatan.
Subjek Dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan Pre test-Post test Control Group Design. Lokasi penelitian ini di Bulukuma Sulawesi Selatan dengan populasi sasaran adalah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Bontobangun, Lembana, Borong Rappoa dan Tanete. Jumlah sampel pada kelompok intervensi 66 responden dan kelompok kontrol 59 responden dengan menggunakan teknik non-random. Variabel independent pada penelitian ini adalah pengaruh pelatihan komunikasi efektif untuk kader dan variabel dependent adalah tingkat pengetahuan, sikap ibu hamil dan peningkatan penggunaan RTK yang dilakukan pengukuran dangan menggunakan kuesioner berskala likert secara pre-post test. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif dan bivariate dengan menggunakan uji non parametrik karena data berskala ukur nominal dan ordinal. Variabel pengetahuan menggunakan uji Rank Spearman dan variabel sikap menggunakan uji Exact Fiher Test.
Hasil: Adanya pengaruh secara signifikan pada kelompok intervensi terhadap peningkatan pengetahuan (ρ=0.032), sikap ibu hamil (ρ=0.37) dan meningkatkan penggunaan RTK Bantobangun pada tahun 2017–2018 sebanyak 0 ibu hamil menjadi 2 ibu hamil dan RTK Kajang pada tahun 2017–2018 sebanyak 11 ibu hamil menjadi 35 ibu hamil, sedangkan pada kelompok kontrol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengatahuan (ρ= 0.309), sikap ibu hamil (ρ= 0.110) dan penggunaan RTK Tanete dan Barong Rappoa pada tahun 2017-2018 sebanyak 0 ibu hamil.
Kesimpulan: Pemberdayaan masyarakat melalui kolaborasi antara bidan dan kader kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap ibu hamil dan penggunaan Rumah Tunggu Kelahiran.
Kata kunci: pemberdaaan kader, ibu hamil, RTK
Arlina Dewi, Program Magister Managemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jl. Brawijaya, Bantul 55183, Yogyakarta, Indonesia. Email: [email protected]. Mobile:+628122972576
COMMUNITY HEALTH WORKER EMPOWERMENT COLLABORATION MODEL TO ENHANCE
THE USE OF BIRTH WAITING HOUSE
Arlina Dewi1), Supriyatiningsih2), Sri Sundari2), Dianita Sugiyo3)
1)Magister Manajemen Rumah Sakit, Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2)Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3)Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Latar Belakang: Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2007-2015 sebanyak 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 305/ 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah telah membuat kebijakan untuk menurunkan AKI pada daerah rural dan terpencil, antara lain melalui program Rumah Tunggu Kelahiran (BWH) dan penempatan bidan desa. Namun, pemanfaatan BWH di Indonesia masih rendah, termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan kader melalui kolaborasi kader dengan bidan desa dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan penggunaan BWH oleh ibu hamil.
Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan Pretest-Posttest Control Group Design dan berlokasi di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Populasi sasaran adalah ibu hamil di 4 (empat) Puskesmas. Total sampel adalah 125 ibu hamil, terdiri atas 66 orang kelompok eksperimen dan 59 orang kelompok kontrol, yang dipilih secara non-random quota sampling. Intervensi dilakukan melalui 4 tahap, yaitu training kader, home visit ibu hamil awal, kolaborasi kader dengan bidan desa, dan home visit ibu hamil lanjutan. Kelompok kontrol tidak mendapatkan intervensi. Variabel dependen meliputi perubahan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan, sikap ibu hamil dalam penggunaan BWH, dan tingkat penggunaan BWH. Data tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil didapatkan dari hasil kuesioner pretest dan posttest. Data tingkat pengetahuan dianalisis menggunakan uji non-parametrik Spearman rank correlation, sedangkan data sikap ibu hamil dianalisis menggunakan uji chi-square. Data penggunaan BWH diukur secara deskriptif dengan membandingkan data hunian BWH sebelum intervensi (akhir tahun 2017) dan sesudah intervensi (akhir tahun 2018).
Hasil: Terdapat peningkatan bermakna (ρ=0.032) skor pengetahuan pada kelompok eksperimen sebelum (mean=58.08; SD=4.316) dan sesudah perlakuan (mean=59.64; SD=4.991). Terdapat perbedaan bermakna (ρ=0.037) sikap ibu hamil terhadap penggunaan BWH pada kelompok eksperimen sebelum (setuju=87.9%) dan sesudah perlakuan (setuju=95.5%). Sedangkan pada kelompok kontrol, tidak terdapat peningkatan pengetahuan yang bermakna (ρ=0.309) sebelum (mean=56.82; SD=3.219) dan sesudah (mean=57.86; SD=4.329) . Dan tidak ada perbedaan bermakna sikap ibu hamil pada kelompok kontrol (ρ=0.110) sebelum (setuju=49.2%) dan sesudah (setuju=37.3%). Penggunaan BWH pada kelompok eksperimen meningkat 209% dan pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan (0%).
Kesimpulan: Pemberdayaan kader melalui kolaborasi kader dengan bidan desa terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil serta meningkatkan penggunaan Rumah Tunggu Kelahiran.
Kata kunci: pengetahuan; sikap; maternal
Korespondensi:
Arlina Dewi. Magister Manajemen Rumah Sakit, Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jalan Brawijaya, Bantul 55183, Yogyakarta, Indonesia. Email: [email protected]. Mobile: +628122972576
LATAR BELAKANG
AKI sebagai indikator kesehatan ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. AKI di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebanyak 228/ 100.000 kelahiran hidup (KH) dan tahun 2015 menjadi 305/ 100.000 KH, enam provinsi berkontribusi meningkatkan AKI sebesar 52,6% yang salah salah satunya adalah Sulawesi Selatan (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Di Sulawesi Selatan, prevalensi AKI mencapai 153/ 100.000 KH pada tahun 2016 (Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Selatan, 2017). Sustainavle Development Goals (SDGs) menetapkan target AKI pada tahun 2015-2030 hingga dibawah 70/ 100.000 KH (World Health Organization, 2015).
Penyumbang AKI di Sulawesi Selatan adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan penyebab lainnya (Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Selatan, 2017). Kadis Kesehatan Sulsel memaparkan penyebab utama AKI antara lain perdarahan sebanyak 40% dan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 35% yang tidak diatasi secara tepat dan cepat, selain itu adanya keterbatasan akses masyarakat untuk menjangkau fasilitas kesehatan (Baso, 2018). Studi Moyo et al. (2018) menyebutkan bahwa faktor yang berkontribusi terjadinya kematian maternal salah satunya adalah terlambat mengakses pelayanan kesehatan yang berjarak 5 km. (hal.9)
Indonesia melakukan berbagai upaya menurunkan AKI salah satunya dengan menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang adekuat sejak tahun 1989 melalui program bidan desa. Hal ini bertujuan untuk menempatkan bidan terlatih di setiap desa dengan memberikan pelayanan antenatal dan perinatal, keluarga berencana, pelayanan kesehatan reproduksi dan konseling gizi (Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Selatan, 2017). Bidan desa merupakan bagian dari komunitas yang berperan sebagai pelaksana, pengelola dan pendidik dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat yang berkolaborasi dengan kader di wilayah tersebut (Wahyuni, 2018).
Bidan desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dan kader bertujuan agar masyarakat tahu, mau dan mampu memelihara kesehatannya. Bidan desa berperan sebagai pendidik dalam rangka memberikan pengatahuan dan ketrampilan serta pelatihan kader, sebagai penggerak dengan memberikan motivasi dan mengajak kepada masyarakat/ kader, sebagai fasilitator melalui pendampingan kader dalam kegiatan masyarakat dan sebagai mediator (Surahwardi, 2009).
Kementerian Kesehatan RI, (2018) membuat kebijakan untuk daerah akses sulit ke fasilitas kesehatan dengan mengembangkan program Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang berada dekat dengan fasilitas kesehatan, sehingga diupayakan ibu hamil menjelang taksiran persalinan sudah berada di RTK bersama pendampingnya. Di Sulawesi Selatan khususnya di Bulukumpa pada tahun 2015 penggunaan RTK masih sangat rendah berkisar 10 ibu hamil pertahun. Vermeiden et al., (2018) menyebutkan ibu hamil tidak memanfaatkan RTK karena mereka tidak tahu tentang RTK, mereka termasuk perempuan terpinggirkan, kurangnya pengetahuan di masyarakat tentang tujuan dari RTK, (hal. 5) selain itu perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan dan tidak memiliki uang untuk mengakses RTK (Ruiz et al., 2013a). (hal. 214) Apakah kader kesehatan berkontribusi dalam pengoptimalan penggunaan RTK di masyarakat?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tingkat pengetahuan, sikap ibu hamil dan peningkatan penggunaan RTK melalui pemberdayaan kader kesehatan.
SUBJEK DAN METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain pre-test post-test control grup design. Lokasi penelitian ini di Bulukumba Sulawesi Selatan dengan populasi sasaran adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bontobangun, Lembana, Borong Tappoa dan Tanete yang dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2018. Populasi sumber? .Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakna teknik non-random sampling untuk menentukan jumlah sampel kelompok intervensi sebanyak 66 responden dan kelompok control sebanyak 59 responden. Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan?
Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengaruh pelatihan komunikasi efektif untuk kader. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah perubahan tingkat pengetahuan, sikap ibu hamil dan peningkatan penggunaan Rumah Tunggu Kelahiran. Metode untuk mengontrol variabel confounding?
Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
1. Pelatihan komunikasi efektif untuk kader Suatu kegiatan yang dilakukan oleh bidan Puskesmas untuk membimbing kader dalam memberikan informasi kesehatan kepada ibu hamil agar informasi dapat diterima dengan pengetian yang sama oleh ibu hamil. Materi pelatihan meliputi: tanda bahaya kehamilan terkait penyakit kehamilan dan deteksi ibu hamil risiko tinggi. Buku Bantu Kader: Panduaan pendataan ibu hamil, panduan melaporkan dan berdiskusi dengan bidan koordinator, dan panduan tahap edukasi.
2. Pengetahuan ibu hamil Segala pemahaman yang diketahui ibu hamil terkait kebutuhan ibu selama kehamilan dan menyusui, tanda bahaya kehamilan dan penyakit penyerta kehamilan Kuesioner
3. Sikap ibu hamil Suatu bentuk reaksi ibu hamil terhadap informasi kesehatan yang disampaikan kader untuk meningkatkan kesehatan selama kehamilan dan persalinan .. Kuesioner
4. Penggunaan RTK Suatu bentuk kesediaan ibu hamil dalam memanfaatkan RTK untuk meningkatkan persalinan yang aman oleh petugas kesehatan. Logbook penggunaan RTK
Metode analisis menggunakan analisis diskriptif dan analisis bivariat. Analisis deskriptif untuk variabel pengetahuan, sikap responden dan peningkatan penggunaan RTK yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, dan analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh antara pelatihan komunikasi efektif kader dengan peningkatan pengetahuan, sikap ibu hamil dan peningkatan penggunaan RTK. Model analisis statistik menggunakan uji non parametrik karena data berskala ukur nominal dan ordinal sehingga pada variabel pengetahuan menggunakan uji ststistik Rank Spearman dan variabel sikap menggunakan uji statistic Exact Fiher Test.
HASIL
Pengaruh Peningkatan Pengetahuan antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Intervensi
Tabel 2. Analisis Rank Spearman terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Antara
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Dilihat dari Skor rs dan Skor ρ-value
Variabel Kelompok rs Ρ-value
Pengetahuan Intervens Pre test 0.26 0.032
Post test
Kontrol Pre test -0.05 0.365
Post test
Berdasarkan table 2. menunjukkan bahwa ada pengaruh secara signifikan tingkat pengetahuan pre test dan post test pada kelompok intervensi dengan ρ= 0.032 dengan koefisien korelasi rs= 0.26 yang artinya semakin baik pelaksanaan pelatihan komunikasi efektif kader dan diaplikasikan maka semakin baik meningkatkan pengetahuan ibu hamil terkait kesehatan selama kehamilan. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh secara signifikan tingkat pengetahuan ibu hamil pre test dan post test dengan ρ= 0.365.
Pengaruh Peningkatan Sikap antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah Intervensi
Tabel 3. Analisis Exact Fiher Test terhadap Sikap Ibu Hamil Dalam Menggunakan RTK Antara
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Dilihat dari Skor Distribusi Frekuensi dan Skore ρ-value
Variabel Kelompok Pre test Post test ρ-value
Tidak Setuju Setuju Total
Sikap Intervensi Tidak Setuju 2 (25%) 6 (75%) 8 (100%) 0.037
Setuju 1 (1.7%) 57 (98.3%) 58 (100%)
Total 3 (4.5%) 63 (95.5%) 66 (100%)
Kontrol Tidak Setuju 22 (73.3%) 8 (26.7%) 30 (100%) 0.110
Setuju 15 (51.7%) 14 (48.3%) 29 (100%)
Total 37 (62.7%) 22 (37.3%) 59 (100%)
Berdasarkan table 3. menunjukkan bahwa ada pengaruh secara signifikan sikap ibu hamil pre test dan post test pada kelompok intervensi dengan ρ= 0.037. Hal ini menunjukkan bahwa sikap setuju ibu hamil menggunakan RTK sebelum di berikan edukasi kader sebanyak 58 orang dan setelah mendapatkan edukasi kader sikap setuju ibu hamil mengingkat menjadi 63 ibu hamil. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh secara signifikan terhadap sikap setuju ibu hamil menggunakan RTK dengan ρ= 0.110.
Pengaruh Penggunaan RTK antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Tabel 4. Analisis Penggunaan RTK Ibu Hamil Pada Tahun 2017 (Sebelum Intervensi) dan Tahun
2018 (Setelah Intervensi) Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Kelompok Tahun 2017 Tahun 2018
Penggunaan RTK Intervensi
RTK Bontobangun 0 orang 2 orang
RTK Kajang 11 orang 35 orang
Kontrol
RTK Tanete 0 orang 0 orang
RTK Borang Rappoa 0 orang 0 orang
Berdasarkan table 4. menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan RTK pada kelompok intervensi setelah ibu hamil mendapatkan edukasi dari kader. Pada kelompok intervensi RTK Bontobangun tahun 2017 - 2018 menunjukkan peningkatan dari 0 – 2 ibu hamil, sedangkan RTK Kajang meningkat dari 11 – 35 ibu hamil. Pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh terhadap penggunaan RTK di Tanete dan Borang Rappoa dengan data tahun 2017 – 2018 sebanyak 0 ibu hamil.
PEMBAHASAN
Di dunia secara global, bidan memiliki standar khusus dalam praktik kebidanan yang berperan penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak terbatas pada perempuan namun keluarga dan masyarakat HAL. 7 (Nursing and Midwifery Board of Australia, 2018). Berdasarkan standar 7, bidan komunitas menjadi penghubung antara system kesehatan dan masyarakat serta berpartisipasi dalam promosi kesehatan, selain itu berperan untuk menyediakan perawatan kesehatan berbasis masyarakat, memberikan bimbingan kader secara berkala dan bekerja sama untuk memantau kesehatan ibu hamil, mempromosikan persiapan persalinan dan komplikasi selama kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir (BBL) HAL 3 (Islamic Republic of Afghanistan Ministry of Public Health, 1999).
Kader berperan sebagai jembatan antara penyedia layanan kesehatan dengan masyarakat yang sulit untuk mengakses layanan kesehatan. Kader merupakan petugas yang menyediakan dukungan dan bantuan kepada masyarakat, keluarga dan individu khususnya ibu dan anak melalui tindakan preventif, promotive dan mengakses layanan kesehatan kuratif HAL 192 (ILO, 2012) HAL 12 (Gilmore and McAuliffe, 2013). Sejalan dengan Dynes et al., (2012) HAL 1 di Ethiopia bahwa kader menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan BBL di masyarakat pedesaan, dimana ibu hamil memiliki akses terbatas ke fasilitas kesehatan sehingga layanan kesehatan berbasis masyarakat mampu menjangkau populasi yang kurang terlayani HAL 6 (Comfort et al., 2019). WHO, (2015) HAL 3 memaparkan bahwa kader yang bekerja di masyarakat harus memiliki kompetensi di bidang pendidikan kesehatan dan konseling, menyediakan perawatan yang berkualitas melalui komunikasi dan manajemen efektif serta sikap mempromosikan yang efisien, sehingga kader harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dibidang kesehatan yang diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman kerja HAL 6 (Javanparast et al., 2012).
Dalam penelitian ini, kader mendapatkan pelatihan komunikasi efektif dan materi tanda bahaya kehamilan dan deteksi dini risiko kehamilan selama 2 hari oleh bidan terlatih. Fullerton et al., (2011) HAL 5 menjelaskan bahwa upaya meningkatkan kesehatan melalui kader harus difokuskan pada pengetahuan dan ketrampilan terkait kehamilan hingga masa nifas. Sejalan dengan tujuan pelatihan komunikasi efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi secara terbuka dalam penyuluhan dengan ibu dan keluarga tentang kesehatan selama kehamilan hingga masa nifas dengan harapan pesan yang disampaikan kader dapat diterima dengan pengertian yang sama oleh individu HAL 16-20 (Limato and Koning, 2017). Pelatihan komunikasi efektif merupakan strategi untuk meningkatkan kepercayaan diri, pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan kader HAL 1 (Sanchez et al., 2017) tentang keluarga berencana dan kehamilan (mendapatkan layanan ANC sejak dini dan manfaat ANC) serta mendampingi selama kehamilan untuk perencanaan kelahiran dan mengidentifkasi adanya komplikasi untuk rujukan HAL 2 (Comfort et al., 2019), sehingga kader mampu memberikan pendidikan kesehatan dan melakukan pendampingan ibu hamil.
Pelatihan ketrampilan komunikasi memberikan wawasan tentang cara berkomuniksi dengan orang lain, kepercayaan diri dan meningkatnya kompetensi. Hal ini ditunjukkan melalui komunikasi yang terfokus dan sabar, mendengar aktif dan membantu memberikan informasi. Selain itu komunikasi efektif yang dilakukan petugas kesehatan dapat membantu pasien untuk mengatasi dan membuat keputusan tentang perawatan yang lebih baik (Bramhall E, 2014). Berdasarkan penelitian HAL 1 Fatmah, (2013) bahwa kader yang mendapatkan pelatihan promosi kesehatan selama 2 hari menunjukkan peningkatan pengetahuan secara signifikan (ρ= 0.000) dan ketrampilan kader melakukan teknik penyuluhan secara sistematik dan menarik serta membangun kepercayaan diri kader HAL 5 (Javanparast et al., 2012) HAL 35 (Handayani et al., 2018). Sejalan dengan HAL 31 Handayani et al., (2018) bahwa pelatihan kader oleh dokter menunjukkan perbedaan pengetahuan yang lebih tinggi pada kader terlatih dibandingkan kader yang hanya membaca modul (ρ= 0.005).
Pelatihan kader oleh petugas kesehatan menjadikan kader memiliki ketrampilan dalam mempromosikan, mampu memberikan perawatan yang aman HAL 6 (WHO, 2011), meningkatkan perilaku kesehatan, memperkuat hubungan masyarakat dengan layanan kesehatan HAL 412 (Perry et al., 2014). Sejalan dengan HAL 1400 Cometto et al., (2018) bahwa kader harus memiliki kompetensi melalui pelatihan untuk pra layanan seperti: promosi dan pencegahan penyakit, identifikasi kesehatan keluarga dan masyarakat serta risiko yang terintegrasi dengan system kesehatan (rujukan, kolaborasi dengan perawatn primer, pelacakan pasien dan pemantauan).
HAL 6 Javanparast et al., (2012) mengemukakan bahwa pelatihan dengan materi terpusat dengan pedoman didaktik menjadikan kader tidak mampu untuk belajar secara dewasa dalam memecahkan masalah. Sehingga dalam penelitian ini, kader post pelatihan melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui masalah kesehatan ibu hamil yang selanjutnya berkolaborasi dengan bidan untuk menyesuaikan materi promosi kesehatan untuk ibu hamil oleh kader. Sejalan dengan penelitian HAL 6 Javanparast et al., (2012) di Iran bahwa kondisi social ekonomi, geografis dan iklim menyebabkan perbedaan kebutuhan kesehatan masyarakat, sehingga perlu adanya penyesuaian materi pelatihan dengan kondisi setempat karena beda daerah memiliki prioritas kesehatan yang berbeda. Hal ini karena setiap ibu hamil memiliki masalah kesehatan yang berbeda dengan ibu hamil lainnya.
Berdasarkan hasil penlitian menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi efektif kader dan diaplikasikan dalam edukasi secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan ibu hamil dibuktikan dengan ρ-value = 0.032 (ρ
Translation - English The Influence of Effective Communication Training to Health Workers toward Knowledge Enhancement, Attitude of Pregnant Women and The Use of Birth Waiting House
Arlina Dewi1), Supriyatiningsih2), Sri Sundari2), Dianita Sugiyo3)
1)Master of Hospital Management, Post-Graduate Program, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2)Medicine Study Program, Faculty of Medicine and Health Science, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3)Nursing Study Program, Faculty of Medicine and Health Science, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Background: The rate of maternal mortality (AKI) in Indonesia has increased in 2007-2015 as much as 305/100.000 from 228/100.000 alive birth. The government has made a policy to decrease the possibility of AKI in rural and remote areas through a program called Birth Waiting House (BWH) and assigning midwives in the rural and remote areas. However, the utilization of BWH in Indonesia is low, including in South Sulawesi Province. The purpose of this study is to know the influence of health workers empowerment through the collaboration with the midwives toward enhancing knowledge, attitudes, and the use of BWH by expecting mothers.
Subject and Method: This study used quasi-experiment method with pretest-posttest control group design concucted in Bulukumba, South Sulawesi. The target population is pregnant women in 4 (four) Community Health Center (Puskesmas). 125 expecting mothers are the samples, consists of 66 people as the experiement group and 59 people as the control group, chosen through non-random quota sampling. There are 4 stages of interventions, which are health workers training, first home visit for the pregnant women, collaboration between the health workers and the midwives, and continued home visit for the pregnant women. The control group did not experience the interventions. The dependent variable is the pregnant women’s increased knowledge about pregnancy, their attitude towards the use of BWH, and the usage level of BWH. The data for pregnant women’s knowledge and attitude obtained from the result of pretest and posttest. The knowledge data was analyzed using non-parametric Spearman rank correlation test meanwhile the attitude data was analyzed using chi-square test. The use of BWH data was descriptively measured by comparing BWH’s occupancy data before interventions (at the end of 2017) and after interventions (at the end of 2018).
Result: Significant increase (ρ=0.032) happened in knowledge score in experiment group before interventions (mean=58.08; SD=4.316) and after interventions (mean=59.64; SD=4.991). Significant increase (ρ=0.037) happened in pregnant women attitude toward the use of BWH in experiment group before interventions (agree=87.9%) and after interventions (agree=95.5%). Meanwhile in control group, there is no significant increase (ρ=0.309) before (mean=56.82; SD=3.219) and after (mean=57.86; SD=4.329). There is also no significant increase in preganant women attitude in control group (ρ=0.110) before (agree=49.26) and after (agree=37.3%). The use of BWH in experiment group increased to 209% and no increasement in control group (0%).
Conclusion: Health workers empowerment through collaboration with the midwives proven to improve the knowledge and the attitude of pregnant women as well as increasing the use of Birth Waiting House.
Keywords: knowledge; attitude; maternal
Correspondence:
Arlina Dewi, Master of Hospital Management, Post-Graduate Program, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Brawijaya St., Bantul 55183, Yogyakarta, Indonesia. Email: [email protected]. Mobile: +628122972576
BACKGROUND
AKI is the health indicator for pregnant women during the pregnancy, the labor, and the puerperal. AKI in Indonesia has increased from 228/100.000 in 2007 to 305/100.000 live birth in 2015. 6 (six) provinces in Indonesia are responsible for this issue, as much as 52.6% AKI increasement. One of the provinces is South Sulawesi (Republic of Indonesia Health Minister, 2018). In South Sulawesi, the prevalance of AKI increased to 153/100.000 live birth in 2016 ( South Sulawesi Public Health Office, 2017). Sustnable Development Goals (SDGs) established AKI target in 2015-2030 under 70/100.000 live birth (Organisasi Kesehatan Dunia, 2015).
The main issues in South Sulawesi’s AKI are haemorrhage, hypertension during pregnanccy and others (South Sulawesi Public Health Office, 2017). The head of Public Health Office revealed that the main issues of AKI are 40% haemorrhage and 30% hyertension during pregnancy that are not handled well and fast enough, as well as the limited access of health facilities (Baso, 2018). A study from Moyo et al. (2018) stated that the most contributing factor in maternity death is late access to health facilities in 5 km distance (p. 9).
Indonesia has done a lot efforts to prevent AKI by providing adequate maternal and child health care since 1989 through midwives program. It is to assign trained midwives in every villages by giving antenatal and prenatal service, family planning, reproductive system health care, and nutritional counseling (South Sulawesi Public Health Office, 2017). The midwives are part of the community who act as the executors, the managers, and the educators in increasing public health collaborated with the health workers in the respective areas (Wahyuni, 2018).
The midwives make effoorts in community and heath workers empowerment so the community knows and willing to maintain their health. The midwives act as the educators in giving knowledge and practice to the health workers, as the executors in giving motivation and persuading community/health workers, as the facilitators through health workers accompaniment in community and as the mediator (Surahwadi, 2009).
The Ministry of Health Indonesia (2018) made a policy for areas struggling to access health facilities by developing Birth Waiting House (BWH) near health facilities so it is sought for pregnant women nearing their expected birth date to stay in BWH with their spouses. In Bulukumpa, South Sulawesi, the use of BWH in 2015 is very low; 10 pregnant women per year. Vermeiden et al., (2018) mentioned pregnant women does not use BWH because they do not aware of the existence of BWH, they are part of marginalized women, and low knowledge of the purpose of BWH in the community (p. 5), beside women are rarely involved in decision making in terms of health and they have no money to access BWH (Ruiz et al., 2013a p.214).
The purpose of this study id to know the change in knowledge level, pregnant women attitude, and the use of BWH through health workers empowerment.
SUBJECT AND METHOD
The quasi experiment method with pretest posttest control group design is used in this research. This study is conducted in Bulukumba South Sulawesi with pregnant women in work area of Community Health Center in Bontobangun, Lembana, Borong Tappoa and Tanete as the target population done in May to August of 2018. The sampling method in this research is the non-random sampling technique to determine the number of intervention group which was 66 respondents and control group as much as 59 respondents.
The independent variable in this research is the influence of effective communication training for the health workers. The dependent variable is the change of knowledge level, pregnant women attitude, and the use of Birth Waiting House.
Table 1. Operational Definition of the Research
No Variable Operational Definition Measuring Instrument
1. Effective communication training for health workers An activity carried out by the midwives of Community Health Center to guide health workers in giving health information to pregnant women in order for the information to be understood in the same manner. The training materials consist of: pregnancy danger signals related to pregnancy disease and detection of high risk pregnant women. dan panduan tahap edukasi. Health Worker’s Guidance Book: A guide to pregnant women data collection, a guide to report and discuss with coordinator midwives, and a guide to education stage.
2. Pregnant women knowledge Every understanding that pregnant women know about their needs during pregnancy and breastfeeding, danger signs of pregnancy and concomitant diseases of pregnancy Questionnaire
3. Pregnant women attitude A form of reaction of pregnant women to health information informed by the health workers to increase health during pregnancy and labor Questionnaire
4. The use of BWH A form of willingness of pregnant women to use BWH to increase safe labor by health workers. Logbook the use of BWH
Descriptive and bivariat analysis is used as the analysis method. The descriptive analysis is used for the knowledge, respondent attitude, and the increased use of BWH variable presented in the form of frequency distribution, meanwhile wht bivariat analysis is used to know the influence of health workers’ effective communication training towards pregnant women increased knowledge, attitude, and the increased use of BWH. The statistical analysis model uses non-parametric tests because the data have nominal and ordinal measurement scales so the knowledge variable used the Spearman Rank statistical test and attitude variables used the Exact Fiher statistical test.
RESULT
The Influence of Increased Knowledge between Intervention Group and Control Group Before and After Intervention
Table 2. Rank Spearman Analysis towards Pregnant Women's Increased Knowledge between Intervention Group and Control Group as Seen from rs and ρ-value Score
Variable Group rs Ρ-value
Knowledge Intervention Pre test 0.26 0.032
Post test
Control Pre test -0.05 0.365
Post test
Table 2 shows the significance increase in pretest posttest knowledge level in intervention group with ρ=0.032 with coefficient correlation rs=0.26 which means the better the implementation of health workers’ effective communication training and the better it is to improve the knowledge of pregnant women related to health during pregnancy. Meanwhile, there is no significant increase in pretest posttest knowledge level in control group with ρ=0.365.
The Influence of Increased Attitude between Intervention Group and Control Group Before and After Intervention
Table 3. Exact Fiher Analysis toward Pregnant Women's Attitude in Utilizing BWH between Intervention Group and Control Group as Seen from Frequency Distribution and ρ-value Score
Variable Group Pre test Post test ρ-value
Disagre Agree Total
Attitude Intervention Disagree 2 (25%) 6 (75%) 8 (100%) 0.037
Agree 1 (1.7%) 57 (98.3%) 58 (100%)
Total 3 (4.5%) 63 (95.5%) 66 (100%)
Table 3 shows there is a significant increase in pretest posttest of pregnant women’s attitude in intervention group with ρ-value=0.037. It reveals that 58 pregnant women agree to use BWH before health workers education and after the education, it increases into 63 pregnant women. However, there is no significant influence in control group with ρ=0.110.
The Influence of Using BWH between Intervention Group and Control Group
Table 4. The Use of BWH Analysis by Pregnant Women in 2017 (Before Intervention) and in 2018 (After Intervension) between Intervention Group and Control Group
Variable Group 2017 2018
The Use of BWH Intervention
BWH in Bontobangun 0 people 2 people
BWH in Kajang 11 people 35 people
Control
BWH in Tanete 0 people 0 people
BWH in Borang Rappoa 0 people 0 people
Table 4 reveals the influence of the use of BWH to intervention group after pregnant women got education from the health workers. In intervention group, BWH in Bontobangun shows an increase from 0 to 2 pregnant women in 2017-2018. Moreover, BWH in Kajang shows an increase from 11 to 35 pregnant women. There is no influence towards the use of BWH in control group in BWH in Tanete and Borang Rappoa with the data from 2017-2018 which is 0 pregnant women.
DISCUSSION
Nowadays, midwives have a particular standard in midwivery practice which plays an important role in health conseling and education, not restricted towards women but also towards family and community (Nursing and Midwifery Board of Australia, 2018, p.7). Based on 7 standards, community midwives are the link between the health system and the community, as well as participating in health promotion, in addition they serve to provide community-based health care, give regular practice to health workers and cooperate in monitoring the health of pregnant women, promote labor preparation and complications during pregnancy, childbirth and newborns (Islamic Republic of Afghanistan Ministry of Public Health, 1999, p. 3).
Health workers act as the bridge between the health care providers with the community who struggles in accessing health care. Health workers are the officers who provide support and help to the community, family and individuals especially the mother and the child through preventive and promotive effort and access curative health care (ILO, 2012, p.192) (Gilmore and Mc Auliffe, 2013, p.12). In line with Dynes et al., (2012), health workers in Ethiopia are the key to increase the health of mothers and newborns in rural areas (p.1), where pregnant women have limited access to health facilities so community-based health care can reach out to undercared populations (Comforta et al., 2019, p.6). WHO (2015) stated that health workers who assigned in the community should have the competence in health education and conseling, offer quality care through effective communication, management, and promotion, so the health workers need to have the knowledge, skills, and competences in health through training and work experience (Javanparast et al., 2012, p.6).
In this study, the health workers got effective communication training and materials about danger signs of pregnancy and early detection of pregnancy risk for 2 days by competent midwives. Fullerton et at., (2011) explained that the effort to increase health through health workers should be focused on knowledge and skills about pregnancy until pueperium period. The purpose of effective communication training to increase the open communication skill in conseling with pregnant women and family about health during pregnancy until pueperium period in hope that the knowldge transferred by the health workers can be embraced with the same understanding manner for each individuals (Limato and Koning, 2017, p. 16-20). Effective communication training is a strategy to increase self-confidence, knowledge, and develop health workers’ competencies (Sanchez et al., 2017, p.1) about family planning and pregnancy (get ANC care since early and the benefit of ANC) as well as assisting during pregnancy to labor planning and identify complication for references (Comfort, et al., 2019, p.2), so the health workers are able to give health education and assist the pregnant women.
Effective communication training gives knowledge about how to communicate with other people, self-confidence, and increase competences. This is demonstrated through focused and patient communication, listening actively and help provide information. In addition, effective communication by health workers can help patients to cope with and make decisions for better care (Bramhall E., 2014). Based on a study by Fatmah (2013), health workers who received health promotion training for 2 days showed a significant knowledge increased (ρ= 0.000) and health workers’ skills in conducting counseling techniques systematically and attractively and building health workers’ confidence (p.5) (Javanparast et al., 2012) (Handayani et al., 2018). In accordance with Handayani et al. (2018), health workers trained by doctors shows higher knowledge differences in trained health workers compared to health workers who only read modules (ρ = 0.005).
Health workers training by trained health workers makes health workers have skills in promoting, and are able to provide safe care (WHO, 2011, p.6), improve health behavior, strengthen community relations with health services (Perry et al., 2014, p.412). Cometto et al. (2018) agreed that health workers should have competence through pre services training such as: promotion and disease prevention, family and community health and risks identification integrated with the health system (referral, collaboration with primary care, patient tracking and monitoring).
Javanparast et al., (2012) revealed that training with centralized material with didactic guidelines makes health workers unable to learn autonomously in solving problems (p. 6). Hence in this study, post training health workers need to do home visit to know the health problems of pregnant women then collaborate with midwives to adjust the health promotion materials for pregnant women by health workers. In accordance with Javanparast et al., (2012) in Iran, the condition of socioeconomic, geographic and climate causes differences in public health needs, so it is necessary for training materials adjustment with each areas because every places have different health priorities. This is because every pregnant woman has different health problems with other pregnant women.
The result of this study shows that effective communication training for health workers applied into education can significantly influence the pregnant women’s knowledge level proven by ρ-value = 0.032 (ρ