This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
Services
Translation, Interpreting, Editing/proofreading
Expertise
Specializes in:
Psychology
Education / Pedagogy
Portfolio
Sample translations submitted: 2
English to Indonesian: Neuroscience: Linking Perception to Action: A neuroscientist maps brain cell activity that occurs during the delay between sensation and action Detailed field: Psychology
Source text - English Source:
https://www.sciencedaily.com/releases/2016/09/160908131001.htm
A UC Santa Barbara researcher studying how the brain uses perception of the environment to guide action has a new understanding of the neural circuits responsible for transforming sensation into movement.
"Mapping perception to a future action seems simple," UCSB neuroscientist Michael Goard. "We do it all the time when we see a traffic light and use that information to guide our later motor action. However, how these associations are mapped across time in the brain is not well understood."
In a new paper, published in the journal eLife, Goard and colleagues at the Massachusetts Institute of Technology make progress in mapping brain activity in mice during simple but fundamental cognitive tasks. Although a mouse's brain is much smaller than a human's, remarkable structural similarities exist. The mouse brain is composed of about 75 million nerve cells or neurons, which are wired together in complex networks that underlie sophisticated behaviors.
The researchers used large-scale calcium imaging to measure the responses of individual neurons in multiple areas of the brain while mice performed a delayed response task. First, they trained mice to respond to visual stimuli -- drifting bars -- by either licking or withholding licking, depending on whether the bars moved vertically or horizontally. While the mice performed the task, the investigators recorded neural activity from multiple brain regions thought to be involved -- including visual, parietal and frontal motor cortices.
Using a powerful laser-scanning microscope, the team was able to detect the signals from calcium indicators expressed in the neurons well below the brain's surface. Neurons normally have very low concentrations of intracellular calcium, but when they become active, calcium levels rise, increasing the fluorescence of the indicator and enabling measurement of neuron activity. In this way, the scientists were able to see which neurons were active while the mice performed the delayed response task.
"As expected, we found many neurons that responded only during the visual stimulus or the licking action, but we also found a lot of neurons that responded during other parts of the task," said Goard, an assistant professor in UCSB's Department of Psychological & Brain Sciences and Department of Molecular, Cellular and Developmental Biology. "In the frontal motor cortex, we found quite a few neurons that were active during the delay period between the visual stimulus and motor response. This led us to several new interpretations of the role that different brain regions were playing during performance of the task."
Based on the neural activity in the different brain areas, Goard and his team then used optogenetics -- a method of manipulating the nerve cells with light -- to inactivate neurons in a temporally precise manner to identify those that function during different parts of the task. This allowed them to figure out which areas were necessary for performing the task. For example, the team determined that the visual and parietal areas are involved in perceiving the stimulus and transforming that into a motor plan, but only the frontal motor cortex is necessary for maintaining the motor plan over the delay period.
"Using this general approach, we hope to map the essential regions for different types of cognitive tasks," Goard explained. "We are particularly interested in how mice maintain specific types of memories across distributed brain regions."
Translation - Indonesian Seorang peneliti dari UC Santa Barbara yang mempelajari bagaimana otak menggunakan persepsi lingkungan untuk mengarahkan tindakan memiliki pemahaman baru mengenai sirkuit syaraf yang berfungsi dalam mengubah sensasi menjadi gerakan.
“Memetakan persepsi menjadi tindakan di waktu yang akan datang terlihat mudah,” menurut seorang ahli syaraf Michael Goard. “Kita melakukannya setiap waktu ketika kita melihat lampu lalu lintas dan menggunakan informasi tersebut untuk mengarahkan gerakan motorik selanjutnya. Bagaimanapun, bagaimana hubungan ini dipetakan sepanjang waktu di dalam otak belum dapat dipahami dengan baik.”
Dalam sebuah artikel terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal eLife, Goard dan koleganya di Massachusetts Institute of Technology membuat kemajuan dalam memetakan aktivitas otak tikus ketika melakukan tugas yang mudah namun melibatkan kognitif dasar. Walaupun tikus memiliki otak yang lebih kecil dari manusia, namun otak tikus memiliki kesamaan struktur dengan otak manusia. Otak tikus terdiri dari sekitar 75 juta sel syaraf atau neuron yang saling berhubungan dalam jaringan yang kompleks sehingga mendasari perilaku-perilaku yang rumit.
Para peneliti menggunakan sampel kalsium berskala besar untuk mengukur respon dari masing-masing syaraf dalam berbagai area di otak ketika tikus menampilkan respon tunda. Pertama, mereka melatih tikus untuk merespon stimuli visual –batangan yang bergerak—dengan cara menjilat atau tanpa menjilat bergantung apakah batangan tersebut bergerak secara vertikal atau horizontal. Ketika tikus melakukan tugasnya, investigator merekam aktivitas syaraf dari berbagai area otak yang terlibat—termasuk visual, parietal, dan korteks motor frontal.
Dengan menggunakan mikroskop pemindai laser yang berkekuatan tinggi, tim investigasi berhasil mendeteksi sinyal dari indikator kalsium yang tampak dalam syaraf-syaraf di bawah permukaan otak. Secara normal, syaraf memiliki konsentrasi kalsium intersel yang sangat rendah, namun akan meningkat ketika aktif dan menambah pijaran indikator sehingga memungkinkan pengukuran aktivitas sel. Dengan cara ini, para peneliti mampu melihat syaraf mana yang aktif saat tikus menampilkan respon tunda.
“Sesuai yang diharapkan, kami menemukan banyak syaraf yang merespon hanya saat adanya stimulus visual atau ketika tikus menjilat. Selain itu, kami juga menemukan banyak syaraf yang merespon selama bagian lain dari tugas dilakukan oleh tikus.” Jelas Goard, seorang professor asisten di Departemen Psikologi dan Ilmu Otak dan Departemen Molekul, Sel dan Biologi Perkembangan di UCSB. “Pada korteks motor frontal, kami menemukan sedikit syaraf yang aktif ketika periode tunda antara stimulus visual dan respon motorik. Hal ini membawa kami pada interpretasi baru bahwa area otak yang berbeda ikut berperan selama tugas dilakukan.”
Berdasarkan aktivitas syaraf di area otak berbeda tersebut, Goard dan timnya kemudian menggunakan optogenetik—sebuah metode yang memanipulasi sel otak menggunakan cahaya—untuk mengaktifkan syaraf dalam kondisi yang tepat untuk mengidentifikasi sel syaraf yang berfungsi dalam berbagai bagian tugas yang dilakukan. Hal ini membantu mereka menemukan area mana yang penting ketika tugas dilakukan. Sebagai contoh, tim tersebut menentukan bahwa area visual dan parietal terlibat dalam menerima stimulus dan mengubahnya menjadi rencana tindakan motorik, namun hanya korteks motor frontal yang diperlukan untuk mempertahankan rencana tindakan motoric ini selama periode tunda.
“Kami berharap dengan pendekatan umum ini bisa memetakan area esensial untuk berbagai tipe berbeda dari tugas kognitif,” jelas Goard. “Kami tertarik mengenai bagaimana tikus mempertahankan tipe memori yang spesifik dalam area otak yang terdisitribusi.”
English to Indonesian: What makes a winning smile? Detailed field: Psychology
Source text - English source:
(http://www.telegraph.co.uk/wellbeing/morning-routines/what-makes-a-winning-smile/?WT.mc_id=tmgspk_listfour_1461_AmjV9HtfNVvp&utm_source=tmgspk&utm_medium=listfour&utm_content=1461&utm_campaign=tmgspk_listfour_1461_AmjV9HtfNVvp
Is laughter really the best medicine? Read these five facts and discover why breaking a winning smile can lead to all sorts of benefits.
Whether you’re rolling out of bed for another day at your desk, or to play the role of alarm clock ahead of the school run, smiling is often the last thing on your mind. Unless you’re a morning person, that is (in which case please stop showing off). But here are five reasons why breaking into a smile as part of your morning dental routine can reveal all kinds of benefits to your health, job prospects – even your love life.
1. Reduce stress
Up early with kids? Juggling a never-ending to-do list? Burning the candle at both ends can send stress hormones skyrocketing and put your heart on course for palpitations. Sounds familiar? Head to the bathroom, look in the mirror and smile. Following your dental routine with a simple show of happiness can lead to a substantial reduction in your heart rate and a release of the feel good-hormone, dopamine, that results in a quicker recovery from stress than those who put a brave (but decidedly less smiley) face on the situation.
2. Make an impression
The science says that smiling makes you much more memorable than your stoney-faced self. Now, this doesn’t mean sitting through an entire interview process with a plastic smile reminiscent of a bad Botox job, but flashing your pearly whites as you shake hands with the interviewer could make all the difference. Oh, and the same goes for selecting your dating profile picture. Swap sultry for smiley and you can switch the swipes in your favour.
3. Grin and bear it
Headache coming on strong as you open your eyes? Whether it’s an innocent affliction, or the aftermath of too many wines, we have the cure (and it’s better for you than two paracetamol, black coffee and a bacon sandwich). University of California researchers found a reason to smile when they reported it can reduce your perception of pain by up to as much as 40 per cent. And it doesn’t even have to be genuine. Really. The study also discovered a forced smile is equally effective.
4. Boost your immunity
If you’ve woken up with a sore throat or blocked nose that is threatening to put your weekend plans at risk then it might be worth washing down your pre-emptive strike of probiotics and multivitamins with a smile. It turns out there is some truth in laughter being the best medicine after researchers discovered smiles can elevate the number of illness-fighting lymphocytes in your blood by eight per cent. Bolster your defenses to keep colds at bay and that long-awaited Sunday with friends on schedule.
5. Get creative
Being faced with an important meeting or presentation come 9am is – believe it or not – something to be happy about. Smiling as you prepare your speech in the mirror that morning rewards you with a comprehensive approach to problems, improving your ability to think of more solutions than your frowning co-workers. The neurotransmitter, dopamine, not only links to happiness and stress relief, but is also crucial to learning, processing and decision-making.
Translation - Indonesian Apakah tertawa benar-benar obat yang paling manjur? Baca lima fakta ini dan temukan mengapa membuat senyuman kemenangan dapat membawa kita pada berbagai keuntungan.
Entah apakah kamu berguling dari kasur untuk menghabiskan hari di meja kerja, atau untuk memainkan peran sebagai jam weker sebelum berlari ke sekolah, tersenyum biasanya merupakan hal terakhir yang ada di kepalamu. Kecuali kalau kamu merupakan orang yang bersemangat di pagi hari (jika ya, tolong jangan pamer). Tapi inilah lima alasan mengapa menjadikan senyum sebagai bagian dari rutinitas magihari bisa membuka berbagai keuntungan pada kesehatan, prospek kerja, bahkan kehidupan percintaan.
Mengurangi stress
Bangun bagi hari dengan anak-anak? Berurusan dengan rencana yang tidak ada akhirnya? Membakar lilin di kedua ujungnya bisa membawa hormone stress melesat tinggi dan meningkatkan denyut jantungmu. Terdengar tidak asing? Pergilah ke kamar mandi, lihat kaca, kemudian tersenyumlah. Membiasakan dalam rutinitas untuk menampilkan kebahagiaan yang sederhana bisa membawa kita pada reduksi besar denyut jantung dan melepaskan hormone perasaan menyenangkan, dopamine, yang memberikan kesembuhan lebih cepat dari stress daripada mereka yang dengan berani menghadapi situasi tersebut (namun memutuskan untuk sedikit tersenyum).
Meninggalkan kesan
Sains mengatakan bahwa tersenyum membuatmu lebih diingat daripada saat kamu berwajah datar. Saat ini, bukan berarti duduk selama wawancara dengan senyum palsu mengingatkan pada suntik botoks yang gagal, namun menunjukkan sekilas gigi putihmu ketika berjabat tangan dengan pewawancara bisa membuat perbedaan. Oh, hal yang sama juga berlaku untuk memilih foto profil untuk berkencan.
Tersenyum lebar dan tahan itu
Sakit kepala hebat saat membuka mata? Entah apakah itu merupakan penderitaan biasa, atau dampak setelah terlalu banyak minum anggur, kami punya solusinya (dan ini lebih baik untukmu daripada dua butir parasetamol, kopi hitam, dan sandwich daging). Peneliti dari University of California menemukan alasan untuk tersenyum ketika mereka melaporkan bahwa tersenyum dapat mengurangi persepsimu akan sakit sampai 40 persen. Dan bahkan tidak perlu senyuman yang tulus. Serius. Studi tersebut juga menemukan bahwa senyuman yang terpaksapun sama efektifnya.
Meningkatkan imunitas
Jika kamu bangun tidur dengan tenggorokan sakit atau hidung tersumbat yang mengancammu untuk mengabaikan semua rencana akhir pekan, berarti tepat untuk mengganti semua probiotik dan multivitaminmu dengan senyuman. Terdapat keyakinan bahwa tertawa menjadi obat yang paling manjur setelah peneliti menemukan bahwa senyuman mampu meningkatkan limfosit pelawan sakit dalam darah sampai 8 persen. Selain itu, akan meningkatkan ketahananmu untuk tetap merasa dingin selama di pantai dan menghabiskan rencana akhir pekan dengan teman yang sudah ditunggu-tunggu.
Jadilah kreatif
Berhadapan dengan pertemuan penting atau presentasi di pagi hari merupakan –percaya atau tidak—sesuatu yang bisa dianggap menyenangkan. Tersenyum sambil mempersiapkan pidato di depan cermin di pagi hari akan memberimu penghargaan dengan pendekatan menyeluruh terhadap permasalahan yang dihadapi, memperbaiki kemampuanmu untuk memikirkan solusi yang lebih banyak daripada rekan kerjamu yang senantiasa bermuka masam. Neotrasmitter tadi, dopamine, tidak hanya berhubungan dengan kebahagiaan dan pelepasan stress namun juga berpengaruh pada proses belajar, proses di dalam otak, dan pembuatan keputusan.
More
Less
Experience
Years of experience: 8. Registered at ProZ.com: Sep 2016.